Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, October 23, 2014

SOAL PENGANTARA


Jagongan Iman tahap kedua untuk kelompok Bantul terjadi pada Senin 20 Oktober 2014 jam 15.00-17.00 di rumah Ibu Sunarjo. Ada 24 orang peserta yang terdiri dari 17 ibu dan 7 bapak. Ketika datang para peserta mengambil minum dan snak dan sebelum pulang bersantap sore bersama. Pertemuan tahap kedua membahas pokok Syahadad Iman yang berbunyi "dan akan Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal" (saha ing Kanjeng Gusti Yesus Kristus, Putra Dalem ontang-anting). Terhadap pokok ini para peserta diminta mengajukan pertanyaan yang menjadi soal sulit. Sesudah berbicara dengan teman-teman dekat duduknya muncul beberapa soal yang secara umum berkisar pada dua macam permasalahan:
  • Kalau kita juga disebut putra-putri Allah, mengapa Tuhan Yesus disebut Putra Tunggal?
  • Bagaimana bisa Allah memiliki anak?
Terhadap masalah itu muncul beberapa pendapat:
  • Allah tidak sama dengan manusia. Kalau Yesus disebut Anak Allah, hal ini tentu bukan putra biologis.
  • Ini soal kesatuan ilahi. Bapa dan Putra adalah satu sebagaimana  Yesus berkata "Aku dan Bapa adalah satu" (Yoh 10:30) dan "Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku" (Yoh 14:10). 
  • Itu adalah misteri ilahi yang tidak terjangkau oleh akal budi manusia.
  • Itu adalah karya Roh yang paling tinggi yang tidak ada bandingnya.
  • Kalau kita diangkat jadi anak-anak Allah, itu terjadi sesudah Yesus menjadi manusia.
  • Yang membuat orang-orang menjadi anak-anak Allah adalah kepercayaan kepada Yesus (lih Yoh 1:12).
Dari pembicaraan itu Rama Bambang kemudian memberikan masukan bahwa dalam pewartaan iman Katolik yang jadi pusat adalah Tuhan Yesus (lihat Katekismus Gereja Katolik no. 426). Yesus adalah Sabda Allah yang jadi manusia (Yoh 1:1.14). Dia lahir atau datang dari Allah. Kalau orang Kristiani ikut Allah Tritunggal Mahakudus, yang menjadi pengantara adalah Kristus: Pengantara hadirnya Allah di tengah-tengah kehidupan manusia dan Pengantara sambungnya manusia dengan Allah. Yesus Kristuslah satu-satunya pengantara sebagaimana dikatakan oleh Santo Paulus "Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus" (1 Tim 2:5). Yesus sebagai Putra Tunggal adalah santu-satunya pengantara hubungan Allah dengan manusia. Sebagai pengikut dan saudara Yesus kita ikut menjadi putra Allah "Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara" (Rom 8:29).

Ternyata istilah "satu-satunya pengantara" menjadi pembicaraan seru. Beberapa peserta menanyakan kaitannya dengan para suci termasuk terutama Santa Maria. Tidak sedikit dari para peserta yang terbiasa dengan doa dengan pengantaraan santo atau santa bahkan terutama Santa Maria. Namun demikian ketika secara pelahan-lahan para peserta diajak untuk memperhatikan kata-kata yang muncul dalam doa terhadap santo santa, mereka menyadari bahwa mereka terutama mohon didoakan. Hal ini amat jelas dalam doa-doa litani dengan refren "doakanlah kami". Rama Bambang kemudian menambahkan peran khusus Bunda Maria sebagai patron iman Gereja sehingga ada ungkapan Per Mariam ad Jesum (lewat Maria sampai pada Yesus). Kita dapat memohon Bunda Maria untuk mendoakan kita dan lewat Bunda Maria kita dapat dekat dengan Yesus Sang Pengantara antara kita dengan Allah. Di sini ada catatan bahwa pemahaman ini tidak boleh membuat kita menyalahkan secara semena-mena pada umat yang menggunakan teks-teks devosional yang mengandung rumusan-rumusan tidak tepat sesuai ajaran Gereja. Namun kita, apabila memimpin doa dan berhadapan dengan teks tidak tepat, harus berusaha mengucapkan secara tepat dengan mengubahnya tanpa mengganggu suasana.

0 comments:

Post a Comment