Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, December 3, 2014

KEINTIMAN ILAHI


Dalam program Jagongan Iman untuk pendampingan Kaum Tua Jadi Pewarta, kalau Kelompok Ngireng-ireng menjadi peserta pertama, maka pada November 2014 Kelompok Bangunharjo, Paroki Pugeran menjadi peserta keenam. Kalau pada tanggal 26 November Kelompok Ngireng-ireng masuk dalam pertemuan ke X dengan pembicaraan tentang "pengampunan dosa", maka Kelompok Bangunharjo pada tanggal 27 November mulai dengan pembicaraan pokok pertama Syahadat Katolik "Aku percaya akan Allah Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi". Pada pertemuan pertama ini ada 10 orang bapak dan 13 orang ibu menjadi peserta Kelompok Bangunharjo.

Ketika para peserta Kelompok Bangunharjo berbicara dengan pemahamannya dalam kelompok-kelompok akan pokok pertama syahadat tersebut, hasil garis besar yang muncul:
  • Penyebutan "Bapa" merupakan rahmat baptisan yang membuat seseorang menjadi anak Allah. Hal ini membawa konsekuensi bagi orang Kristiani untuk menjadi baik seperti Allah. Allah bagaikan Bapa yang harus diluhurkan sebagaimana pepatah Jawa agar anak selalu "mikul dhuwur" (memikul tinggi-tinggi) orangtua.
  • Kalau diyakini bahwa seluruh bumi dicipta oleh Allah, hal ini berarti Allah adalah sumber hidup. Bahwa Allah diyakini sebagai Bapa, ini menunjukkan adanya hubungan intim sebagaimana terjadi dalam hidup keluarga. Dalam Perayaan Ekaristi hubungan intim ini amat terasa dengan "mengecap" Tubuh Allah.
Gambaran Allah sebagai Bapa diperdalam dengan kutipan Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 239: "Kalau bahasa iman menamakan Allah itu "Bapa", maka ia menunjukkan terutama kepada dua aspek: bahwa Allah adalah awal mula segala sesuatu dan otoritas yang mulia dan sekaligus kebaikan dan kepedulian yang penuh kasih akan semua anak-Nya. Kebaikan Allah sebagai orang-tua ini dapat dinyatakan juga dalam gambar keibuan, yang lebih menekankan imanensi Allah, hubungan mesra antara Allah dan ciptaan-Nya. Dengan demikian bahasa iman menimba dari pengalaman manusia dengan orang-tuanya, yang baginya boleh dikatakan wakil-wakil Allah yang pertama. Tetapi sebagaimana pengalaman menunjukkan, orang-tua manusiawi itu dapat juga membuat kesalahan dan dengan demikian menodai citra kebapaan dan keibuan. Karena itu perlu diperingatkan bahwa Allah melampaui perbedaan jenis kelamin pada manusia. Ia bukan pria, bukan juga wanita; Ia adalah Allah. Ia juga melebihi kebapaan dan keibuan manusiawi, walaupun Ia adalah awal dan ukurannya. Tidak ada seorang bapa seperti Allah.

Dari situ muncul pembicaraan tentang hubungan kaum tua dengan anak dan cucu yang melebar dengan kaum muda pada umumnya. Sebagai golongan kaum tua bahkan lansia orang beriman berjuang agar citra Allah sebagai Bapa nitis (menjelma) dalam dirinya agar dapat berhubungan dengan baik dan bijak dengan anak. Orang harus bertindak seperti Allah dengan kograt ilahi yang tidak memaksa dan menghadirkan kebebasan. Di sini sekalipun sudah tua orang masih memerlukan proses agar dapat hidup seperti Allah. Olah keheningan akan membuat orang selalu segar dalam cinta sehingga dapat selalu berguru pada yang muda (band Yoh 21:18).

0 comments:

Post a Comment