Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, July 3, 2015

TUWA ORA PIKUN YEN GELEM DITUNTUN


Pada hari Minggu 21Juni 2015 sebanyak 131 orang berkumpul di ruang teras yang beratapkan fiber antara pastoran dan gedung Gereja Paroki Medari. Ini adalah acara rekoleksi lansia yang diselenggarakan oleh Tim Kerja Ibu-Ibu Paroki (IIP) Medari. Setiap peserta membayar kontribusi Rp. 5.000,00 untuk makan pagi. Acara dibuka pada jam 09.00 dengan menyanyikan lagu Berkah Dalem yang secara animatif membuat para peserta merasakan kecerian kebersamaan dengan meragakan kata-kata yang diganti-ganti seperti "bersalaman, bertepukan, berangkulan". Sesudah doa pembukaan, Rama Deny sebagai pastor Medari memberikan sambutan. Kemudian acara diserahkan kepada Rama Bambang untuk mendampingi rekoleksi ini yang bertemakan TUWA ORA PIKUN YEN GELEM DITUNTUN (Tua tidak akan pikun asal mau dituntun).

Pengalaman Peserta

Rama Bambang memulai pendampingan ini dengan mengajukan pertanyaan "Bareng wis tuwa, jan-jane apa ta sing saiki tak rasakke dadi rekasa utawa ora penak?" (Sesudah berusia tua, sebenarnya apa yang sekarang terasa menyusahkan dan tidak enak?). Para peserta diajak untuk saling berceritera dengan teman-teman yang duduk berdekatan. Langkah selanjutnya kepada para peserta diberi kesempatkan untuk menyampaikan hasil pembicaraan. Untuk mengkategorisasi butir-butir pembicaraan, Rama Bambang memakai kategori empat segi iman yang diambil dari salah satu tembang dari Wedhatama ajaran KGPAA Mangkunegoro IV. Ini dikidungkan di hadapan para peserta yang berbunyi: Samengko ingsun tutur; Sembah catur supaya lumuntur; Dhihin raga, cipta, jiwa, rasa, kaki; Ing kono lamun ketemu; Tandha nugrahaning Manon (Kini kuajarkan; Agar empat sembah dihayati; Yaitu raga, cipta, jiwa, rasa; Kalau itu terjadi; Ada tanda anugerah Tuhan). Dari sini muncullah hasil pembicaraan berikut:
  • Raga: kondisi fisik merosot, lemah, mudah terasa tidak enak, mudah sakit, kejangkitan penyakit.
  • Cinta: mudah lupa, sulit berhadapan dan belajar hal-hal baru.
  • Jiwa:
  • Rasa: mudah marah, tidak sabar, kecil hati sepertinya sudah seperti sampah (tidak diperhitungkan atau diperhatikan oleh anak-cucu), penuh kekuatiran, sensitif, rasanya masih ingin seperti ketika muda tetapi daya sudah lemah, kesepian. 
Masukan Dari Pengalaman

Sebagai input Rama Bambang pertama-tama menyampaikan sharing pengalaman. Dari segi raga badannya sudah merosot sejak bulan-bulan terakhir tahun 2007. Penyakit hipertensi, yang sudah dialami sejak umur 21 tahun mulai dengan akhir tahun 1972, disusul dengan kolesterol dan asam urat. Kaki kiri yang pincang pun membuat otot-otot kaki sehat yang sudah tidak lentur menjadi sakit sekali untuk berjalan sehingga sejak tahun 2008 tongkat penyangga menjadi teman berjalan. Di dalam perkembangan untuk berdiri selama 5 menit pun Rama Bambang sudah merasa kesakitan. Inilah yang membuatnya memilih tinggal di Domus Pacis, rumah tua para rama praja Keuskupan Agung Semarang. Kemudian pada Januari 2012 diabetes menambah daftar penyakitnya. Menu harian yang menjadi kebiasaan makan (gudeg, bakmi, nasi goreng) menjadi larangan dokter. Santapan yang kebanyakan bebas dimakan adalah sayuran dan buah. Padahal Rama Bambang tidak doyan sayuran dan buah. Tetapi sesudah 7 hari mengganti nasi dengan sayuran dan setiap hari makan buah yang mebuat lemas, menu ini pun bisa jadi kebiasaan. Dan yang mengherankan sesudah 3 bulan, Rama Bambang mampu berdiri sampai 1 jam tanpa kesakitan. Tensi, kolesterol, dan asam urat pun dapat dikendalikan walau tetap dengan obat. Kadar gula juga seperti orang normal. Semua ini terjadi karena Rama Bambang mengikuti dengan taat apa yang dikatakan oleh dokter dan petugas medis lainnya. Dia MANUT (mau ikut dan taat) DOKTER.

Dalam hal yang berkaitan dengan segi cipta (intelektual), Rama Bambang juga mengalami kemunduran daya pikir kreativitas. Hal ini sudah dialami sejak tahun 2005 ketika berusia 54 tahun dan masih aktif bertugas. Teman-teman kerjanya lebih pesat dalam kreativitas. Dia kerap mendapatkan kritik. Banyak hal mulai sulit dipahami. Makin bertambah tahun makin terasa bahwa dia makin ketinggalan zaman. Ketika sudah berada di rumah tua para rama di Domus Pacis, banyak kosa kata yang diketemukan dalam sinetron tidak dimengerti. Untuk menulis hal-hal yang sering terpikir pun terasa amat sulit. Maka ketika pada tahun 2011 Rama Agoeng, salah satu pengurus Domus Pacis, meminta para rama penghuni membuat tulisan sebulan sekali untuk ditayangkan dalam email, hal ini menjadi pekerjaan yang amat berat walau hanya sebanyak 1-2 halaman. Satu hal yang terjadi adalah Rama Agoeng yang pelan-pelan menambah kemampuan Rama Bambang mengoperasionalisasikan alat-alat digitasl seperti FB dan BBM. Bahkan mulai dengan Januari 2013 Rama Agoeng mengajarinya menjalankan Blog Domus Pacis dan bahkan memintanya untuk menulis renungan dan tulisan seperti peristiwa rumah, konsep dunia ketuaan, dan agenda kegiatan Domus Pacis. Dari sini kini Rama Bambang mengalami semacam kemajuan fungsi daya otak. Ini semua karena dia MANUT RAMA AGOENG.

Masukan Pengalaman Olah Jiwani

Dari 4 segi iman dalam Wedhatama, segi jiwani tidak terisi dari butir-butir pengalaman para peserta. Dalam sharingnya Rama Bambang menyampaikan bahwa kemampuan MANUT (mau ikut) yang dikatakan dokter dan tenaga medis serta Rama Agung muncul dari kebiasaannya berkegiatan jiwani. Untuk berubah pola makan sebenarnya sungguh menyusahkan. Untuk belajar menggunakan alat digital memakai media sosial adalah hal yang sungguh berat. Tetapi Rama Bambang membiasakan diri untuk meNENG (diam) dan dalam hati merasakan dan meceriterakan susah dan berat itu dengan Tuhan dalam hati. Kalau tidak ada yang dibicarakan, dalam diam dia hanya mengucapkan dalam hati kata "Gusti/Tuhan/Yesus" berulang-ulang. Kebiasaan diam dalam Tuhan menghadirkan suasana weNING (jernih) dalam hati. Dengan meNENG dan weNING dari hari kehari, suatu saat muncul keadaan duNUNG (pemahaman) yang mendorong terjadinya daya weNANG (kuat). Kebiasaan NENG, NING, NUNG, NANG inilah yang membuat kemampuan MANUT (mengikuti) menjalani tuntunan yang tidak mengenakkan itu. Dan dengan ini ada buah rasa ceria yang muncul dari kedalaman batin. Sebenarnya Rama Bambang juga mengalami rasa "mudah marah, tidak sabar, kecil hati, kuwatir, sensitif, kurang daya, dan sepi" sebagaimana muncul dari sharing para peserta. Tetapi itu semua masuk dalam omong-omong dengan Tuhan dalam hati sehingga yang muncul adalah suasana ceria dan tahan batin.

Peneguhan Kitab Suci

Dalam pembicaraan itu Rama Bambang kemudian menghadirkan peneguhan iman untuk menjadi kaum lansia sebagai murid-murid Tuhan Yesus Kristus. Dia mengambil Injil Yohanes 21:18 yang berisi kata-kata Tuhan Yesus: "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."

Sebagai kaum tua pengikut Tuhan Yesus, seharusnya orang justru harus menjadi "ahli" MANUT mengikuti kehendak orang lain dan bukan kehendak sendiri. Di sini orang tua akan mengalami kematangan rohani dengan sikap hidup seperti ibu Maria yang berkata ""Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:38) Kaum tua yang bersikap mau dituntun akan mengalami hidup yang selalu jernih dan segar sesuai dengan perkembangan zaman dan budaya.

0 comments:

Post a Comment